Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2019

Kepala Polisi Dapur

Gambar
Pernah denger istilah seorang istri di rumah itu bertindak sebagai kapolda alias Kepala Polisi Dapur? Aku sempat merasa sama sekali bukan aku, semenjak kehadiran ART. Sempat bersikap bodo amat sama dapur, "Ah buat apa ngurusin dapur, dapurku sudah diambil alih sama orang lain kok." Saking cueknya aku sempet yang sampai gak ngerti lagi posisi pisau dan talenan di mana, posisi panci buat masak mie di sebelah mana. Sampai gak tau bedain mana serbet yang buat bersihin meja sama yang buat bersihin kompor. Bodo amat si mbak mau ngapain di dapur. Apalagi aku dan suami bukan tipe orang yang pilih-pilih makanan, jadi terserah si mbak mau masak apa. Yang penting aku asik sama baby kalo lagi di rumah. Tapi walaupun sudah diserahkan sepenuhnya seperti itu, si mbak tetep aja tiap hari bolak balik nanyain besok mau makan apa? Sayurnya mau dibikin apa? Sayur sop, bening apa tumis? Lauknya mau ikan, ayam, tempe apa telor? Kalo ayam mau digoreng atau diapain? Halah, males tiap hari de

Mengubah Cara Pandang

Gajinya sebagai seorang pegawai terlalu banyak untuk ia habiskan sendiri, kini saatnya ia membantu ekonomi orang lain. Bu Lina, seorang ibu muda, pegawai kantoran, memiliki seorang bayi berumur 1 tahun lebih 4 bulan, mempunyai pikiran yang cukup idealis, tapi lebih suka mengalah. Suaminya, pak Priya, seorang bapak muda, sangat mencintai ibunya, bertanggung jawab terhadap keluarga, sebenarnya lebih idealis daripada istrinya, tapi masih lebih fleksibel. Dari begitu banyak perbedaan antara pasangan suami istri ini, mereka memiliki kesamaan prinsip. Setiap ada masalah pasti ada solusi, gak usah pake ribut. Saat masih gadis, Bu Lina sudah mempunyai bayangan sendiri bagaimana ia akan menjalani kehidupan setelah menikah, berkaca dari kehidupan orangtuanya. Bu Lina yang akan menjadi istri, bekerja di kantor, tapi rumah dan anak-anak diurus sendiri, maksudnya hanya berdua sama suami. Sempat terbesit dalam benaknya, mungkin lebih enak kalo di rumah aja. Menjadi ibu rumah tangga, memb

[Travelogue #1-4] Transit - Reuni Dadakan

Sama seperti keberangkatannya, perjalanan pulang dari Bima tidak bisa langsung sampai Surabaya. Dari Bandara Sultan M. Salahuddin Bima kita harus naik pesawat selama 1 jam ke Bandara Internasional Lombok (BIL) terlebih dahulu. Setelah berganti pesawat di Lombok barulah kita bisa melanjutkan perjalanan selama 1 jam untuk bisa kembali ke Bandara Internasional Juanda Surabaya. Entah kenapa tidak ada penerbangan langsung Surabaya - Bima, mungkin karena belum begitu ramai masyarakat Surabaya yang mau berkunjung ke Bima. Tapi tak masalah, toh transit tidak harus selalu menunggu di bandara hingga bosan. Seperti waktu itu, untuk bisa kembali dari Bima ke kota Pahlawan, kami harus transit selama 6 jam di Lombok. Tidak sedikit pengalaman yang ku dapat. Suamiku, sebut saja Mas Bojo, sebelumnya sudah pernah berkunjung ke Lombok dalam rangka perjalanan dinas, pada akhir 2018. Namanya juga perjalanan dinas kan, apalagi bersama rombongan tentu tidak bisa bebas memilih tempat mana yang ingin diku