Mengubah Cara Pandang

Gajinya sebagai seorang pegawai terlalu banyak untuk ia habiskan sendiri, kini saatnya ia membantu ekonomi orang lain.

Bu Lina, seorang ibu muda, pegawai kantoran, memiliki seorang bayi berumur 1 tahun lebih 4 bulan, mempunyai pikiran yang cukup idealis, tapi lebih suka mengalah. Suaminya, pak Priya, seorang bapak muda, sangat mencintai ibunya, bertanggung jawab terhadap keluarga, sebenarnya lebih idealis daripada istrinya, tapi masih lebih fleksibel. Dari begitu banyak perbedaan antara pasangan suami istri ini, mereka memiliki kesamaan prinsip. Setiap ada masalah pasti ada solusi, gak usah pake ribut.

Saat masih gadis, Bu Lina sudah mempunyai bayangan sendiri bagaimana ia akan menjalani kehidupan setelah menikah, berkaca dari kehidupan orangtuanya. Bu Lina yang akan menjadi istri, bekerja di kantor, tapi rumah dan anak-anak diurus sendiri, maksudnya hanya berdua sama suami. Sempat terbesit dalam benaknya, mungkin lebih enak kalo di rumah aja. Menjadi ibu rumah tangga, membersihkan rumah sendiri, mendidik anak-anak, memasak dengan penuh cinta sambil menunggu suami pulang kerja. Sempat beberapa bulan Bu Lina menikmati keindahan rumah tangga "idamannya" itu. Sesekali suaminya pun turut membantu pekerjaan rumah jika Bu Lina terlihat kerepotan. Bahagia sekali.

Tapi semua berubah setelah sang buah hati hadir.

"Kalo kantornya deket sih gak masalah. Ini kan kantornya Lina jauh, kasian kalo bayinya harus dibawa terus mondar-mandir di jalan. Belum lagi nanti pulangnya kecapekan. Kalo ada yang bantuin kan enak. Di rumah anaknya ada yang nemenin. Pulang kerja anaknya sudah mandi, rumah sudah bersih, makanan sudah siap." Bu Lina tak bisa membantah saran dari mertuanya. Apalagi sang suami juga menyetujui.

Kehadiran asisten rumah tangga memang meringankan beban fisik Bu Lina, tapi tidak dengan psikisnya. Minggu-minggu pertama terasa berat. Beraaaaattt sekali meninggalkan bayi di rumah, bersama orang lain yang baru saja ia kenal. Beraaaattt sekali melihat suami menyantap hasil masakan perempuan lain di rumah mereka. "Harusnya aku yang mendapat pahala dari mengerjakan itu semua." Tak jarang Bu Lina sampai menangis di kamar.

"Aku gak senang terlalu dilayani Mas. Aku perempuan yang mandiri."

"Iya aku tau. Sabar ya sayang. Bukankah kamu ingin membantu orang lain? Kasian Mbok Wati, dia ditinggal suaminya, ku dengar dia juga terlilit banyak hutang."

Mendengar kisah tentang asisten rumah tangganya demikian, perlahan Bu Lina mulai ikhlas. Gajinya sebagai seorang pegawai terlalu banyak untuk ia habiskan sendiri, kini saatnya ia membantu ekonomi orang lain. Walaupun Mbok Wati sudah menyiapkan menu makanan sehari-hari, toh tak pernah ada yang melarang Bu Lina kembali ke dapur. Bu Lina masih bisa melanjutkan hobinya dengan mencoba berbagai resep kue dan puding untuk camilan keluarga. ^_^








#belajarnulis #KelasMenulisSkoper

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Resensi Buku #4] Si Anak Spesial

[Resensi Buku #7] Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu

[Resensi Buku #5] Trilogi Soekram