[Resensi Buku #7] Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu

Judul Buku : Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu
Penulis : Bunda Novi atau Novi Istina
Penerbit : Bhuana Ilmu Populer Imprint Qibla
Tahun Terbit : 2017, Cetakan Pertama
Dimensi : ix + 230 hlm.


Novi Istina dengan nama pena Bunda Novi, lulusan sarjana Sastra Indonesia di Universitas Negeri Malang, merupakan ketua Forum Lingkar Pena cabang Lumajang, Jawa Timur. Dalam kehidupan sehari-hari Bunda Novi berperan sebagai seorang Ibu, Istri dan Guru, selain itu beliau juga berkecimpung dalam amanah dakwah islam. Bunda Novi selalu mendengarkan lawan bicaranya dengan baik, meski hanya bicara dengan anak kecil, termasuk anaknya sendiri. Ia selalu  mencerna dan menelaah lebih dulu perkataan lawan bicaranya sebelum memberikan jawaban atau komentar yang positif.

Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu, dari judulnya menurut saya sangat unik, saya pikir buku ini adalah sebuah novel, ternyata bukan. Buku ini berisi 4 bagian, setiap bagiannya berisi bab-bab yang ditulis seperti catatan harian yang cukup menginspirasi.
Ingatlah Kawan, bahwa setetes embun tak perlu mewarnai dirinya agar diterima oleh daun.
Pada bagian pertama, Bunda Novi menyuguhkan Kopi Cinta.
Secara tersirat Bunda Novi mengisahkan suaminya berpulang pada Yang Kuasa setelah lima setengah tahun bersama dalam pernikahan. Namun sepahit-pahitnya takdir, jika kita termasuk orang yang beriman, maka masih banyak hal yang dapat kita nikmati dalam hidup ini.  

Bagian kedua, Semanis Kopi
Duka tak lagi terasa pada bagian ini. Bunda Novi lebih banyak menceritakan tentang keseharian bersama Hanif Alif Husnayan, satu-satunya putra yang ditinggalkan suaminya.
Hanif berusia tujuh tahun, kadang lucu, kadang menggemaskan, kadang Bunda Novi dibuat mikir sama kata-kata yang keluar dari lisan putranya itu. Kadang tingkah lakunya pun membuat terharu.

"Nda.. Bunda. Hanif tahu disiplin itu apa."
"Hah?"
"Disiplin itu, datang ke sekolah pas bel berbunyi. Hahahaha." (hlm. 64)

"Nda.. nda.. Hanif tahu kenapa hepi (ponsel) Bunda jadi begitu (tidak bisa diajak kompromi)? Itu karena "teguran" Allah supaya Bunda ndak main ponsel terus." (hlm. 67)

"Nda, kenapa anak sekolah harus naik kelas?"
.....
"Bukannya enak kalau ndak naik kelas itu jadi pinter sendiri, terus juga punya banyak teman baru. Iya, kan, Nda?" (hlm. 72)

Dan masih banyak lagi obrolan menarik lainnya antara Hanif dan Bunda Novi.

Bagian Ketiga, Sepahit Susu
Anak Didik yang Semakin Nakal, atau..
Guru yang semakin tidak sabar?
Bagi Bunda Novi, menjadi seorang guru bukan hanya bertugas untuk mentransfer ilmu, tetapi ada tanggungjawab sebagai pendidik. Dalam istilah bahasa jawa guru adalah seseorang yang patut diGugu lan ditiRu. Menurut beliau, seorang guru haruslah kaya, kaya ilmu, kaya hati, kaya kreativitas, kaya nasihat, dan kaya doa.

Bagian Keempat, Secangkir Hikmah
Jika cinta pada Allah telah mengisi hati, hal sekecil apapun yang kita alami dalam hidup ini dapat menjadi hikmah yang begitu berarti. Begitu pula dengan dakwah, jika disampaikan dengan cinta, tentu akan sampai ke hati. Insyaa Allah.





Selesai dibaca : 18 Mei 2020
Selesai direview : 7 Juni 2020 setelah Review Buku Online bersama Komunitas Jejak Warna
  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Resensi Buku #4] Si Anak Spesial

[Resensi Buku #5] Trilogi Soekram