[Resensi Buku #4] Si Anak Spesial

Judul Buku : Si Anak Spesial
Penulis : Tere Liye
Penerbit : Republika

Burlian, anak dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Apa yang dikatakan orang kampung, dia selalu ingin membuktikannya. Pembangunan jalan lintas pulau Sumatera, orang kampung mengatakan petugasnya adalah rombongan dari korea. Tentu saja Burlian ingin melihat dengan matanya sendiri. Beruntung saat dia dan Kak Pukat mendekati alat berat yang digunakan, Nakamura san, sang insinyur, berbaik hati mengajak mereka melihat aktivitas pembangunan itu dari atas. Burlian dan Nakamura san menjadi teman baik. Pembicaraan setiap kali mereka bertemu semakin membuka semangat Burlian. "Jalan-jalan ini tidak akan pernah ada ujungnya, Burlian-kun. Setiap kali kau sampai diujung, maka kau akan temukan sambungan jalan itu hingga kau melihat seluruh dunia."

Jadi setelah lulus SD kau akan melanjutkan kemana Burlian?
SMP
Ya SMP mana?
SMP kota kabupaten
Bapak rasa perpustakaan di kota kabupaten tidak akan cukup untuk memuaskan rasa ingin tahumu yang tinggi. Kau harus melanjutkan ke sekolah yang perpustakaannya memiliki tumpukan buku yang tidak akan pernah habis kau baca.

Jelas sekali, novel si anak spesial ini berlatarkan masa orde baru, membuka pengetahuanku tentang sejarah. Ternyata pada masa itu ada kegiatan judi yang dilegalkan pemerintah berkedok SDSB, Sumbangan Dana Sosial Berhadiah. Tere Liye berhasil membuatku nyengir saat membayangkan rantai manusia terputus saat gotong royong mengangkat batu kali untuk pembangunan jalan kampung. Gara-gara Can istirahat, semua jadi ikut-ikutan. Ternyata begitu kegiatan program ABRI Masuk Desa, mungkin aku belum lahir, pernah liat tugunya sih di kampungku dulu. Tere Liye juga berhasil membuatku menangis saat bercerita tentang perjuangan seorang ibu. Ah, Burlian jadi sangat menyebalkan saat dia memaksa menagih janji hadiah sepeda untuk keberhasilannya khatam Alqur'an. Bahkan Tere Liye berhasil membuatku tegang, saat Burlian, Can dan Munjib malam-malam pergi ke pekuburan desa di belakang rumah. Rasa takut sebenarnya muncul dalam diri Burlian, namun rasa takut itu terkalahkan dengan gengsi dihadapan dua kawannya. Juga akibat rasa penasaran akan suara lenguh burung yang mengerikan di dekat pohon bungur raksasa.

Kekurangan novel ini? Duh, aku belum bisa menemukannya. Apalah aku yang hanya seorang pemula, yang hanya bisa ternganga melihat puluhan karyanya. Novelnya pun aku hanya punya beberapa. Bagaimana bisa aku mengkritiknya? Oi, aku harus lebih banyak lagi membaca.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Resensi Buku #7] Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu

[Resensi Buku #5] Trilogi Soekram