Belajar Membagi Waktu

 Sidoarjo, 23 September 2020

Sudah seringkali aku mengeluh tentang sulitnya membagi waktu. Sudah seringkali aku mengeluh tentang sulitnya menyelesaikan tugas dan tanggungjawab apalagi jika sudah menumpuk. Bingung rasanya harus mulai mengerjakan yang mana lebih dulu.

Aku seringkali lebih memilih fokus menemani anak bermain saat ia sedang melek dan melakukan hal penting menunggu dia tidur. Tapi nyatanya semakin tumbuh besar, jam tidur anak akan semakin berkurang. Sekarang dia lebih sering menolak diajak tidur siang meski matanya terlihat sudah sangat mengantuk. Kadang aku juga memilih waktu malam hari setelah anak tertidur nyenyak, nyatanya aku ikut ketiduran bablas sampai pagi, lantas menyalahkan diri sendiri, kenapa nggak bisa bangun lagi di malam hari setelah menidurkan anak? Kadang pula aku bisa bangun tengah malam, memanfaatkan waktu melekku untuk menulis atau membaca hingga terasa lelah, namun siangnya badanku jadi terasa kurang fit karena jam istirahatku yang berkurang.

Setiap kali aku melihat ada promo buku dengan tema membagi waktu, rasanya ingin langsung ku beli. Sudah terbeli sih. Tapi, ya, itu, nggak tahu kapan membacanya, karena masih banyak juga buku yang belum dibaca. Hhmm, bukankah sudah sekian kali aku pernah membaca dan mempelajari tentang cara membagi waktu? Kenapa tidak dipraktikkan saja langsung?

Nah, salah satu cara membagi waktu adalah dengan membuat jadwal kegiatan harian selama 24 jam, termasuk jam berapa mandi, jam berapa makan, jam berapa tidur. Sempat merasa, ah, susah lah bikin jadwal kayak gitu, aku takut kecewa dengan diri sendiri jika tidak mampu melaksanakannya.

Tapi semakin aku merasa takut dan ragu, di saat itu pula aku semakin ingin mencobanya, karena semakin hari aku semakin bingung menyelesaikan pekerjaan-pekerjaanku. Cucian kotor yang menumpuk, cucian kering yang menggunung karena belum dilipat, teras depan dan halaman yang kotor karena jarang dibersihkan, perkakas yang berantakan tidak memiliki tempat, ah, pokoknya rumah terasa kacau deh.

Ditambah lagi dengan mimpi yang ingin ku raih, juga tanggungjawab kantor dan komunitas yang dibuat dengan batas waktu alias deadline untuk dikirim. Kadang ku biarkan rumah amburadul agar aku dapat menyelesaikan tanggungjawabku itu. Akan tetapi jika ku pikir lagi, bukankah membuat rumah menjadi rapi dan terasa nyaman juga merupakan tanggungjawabku? Bahkan bisa dibilang pekerjaan rumahlah yang menjadi tanggungjawab utamaku sebagai seorang istri dan ibu.

Pernah ku tanyakan pada seorang mentor menulis. Bagaimana caranya membagi waktu antara tanggungjawab dan impian?

Jawaban yang kudapat adalah memang tidak ada yang bisa dilakukan selain membagi waktu. Hanya kita sendirilah yang tahu, hal penting apa yang ingin kita raih dalam hidup ini? Hanya kita sendirilah yang dapat membagi waktu untuk hal-hal penting itu dengan porsinya masing-masing. Hanya kita sendirilah yang tahu mana yang harus didahulukan dan mana yang bisa diselesaikan belakangan. Hanya kita sendirilah yang tahu sebatas mana kemampuan kita.

Hari ini, aku memulainya. Aku ingin memulai untuk hidup lebih teratur dan lebih bertanggungjawab dengan membuat jadwal harian yang ku buat saat baru bangun tidur. Aku memanfaatkan kalender yang ada di ponsel yang terhubung dengan email-ku, jadi langsung bisa sinkron dengan kalender yang ada di-ipad.



Belum 24 jam aku menjalani jadwal harian ini, rasanya sudah sangat bermanfaat. Aku tidak bingung lagi harus mengerjakan yang mana terlebih dahulu, karena aku sudah memberikan waktu kapan aku harus mengerjakan apa. Ku tuliskan di sana, aktivitas apa saja yang harus ku lakukan setiap jamnya, dari bangun tidur hingga tidur lagi.

Setengah hari ini, memang tidak semua aktivitas terlaksana sesuai dengan jam yang ditentukan. Ada yang selesai lebih dulu, ada pula aktivitas yang selesainya molor melebihi jadwal yang telah ku tentukan. Tapi paling tidak aku tidak lagi khawatir akan ada hal penting yang terlupakan hari ini karena sudah ku berikan waktu sendiri untuk mengerjakannya.

Mungkin bagi yang sudah terbiasa akan sangat mudah, namun tidak bagi yang baru memulai. Akan tetapi tidak ada yang terlalu sulit jika kita mau belajar dan berusaha.

Ini hanyalah permulaan, bisa dikatakan permulaan yang baik. Alhamdulillah. Semoga dapat berjalan dengan baik pula, dan terus berjalan hingga menjadi kebiasaan. Aamiin yaa rabbal’alamin.

Semangaaattt ... !!!

Alhamdulillah tulisan ini tembus lebih dari 500 kata dalam waktu kurang dari 1 jam. Padahal sebelumnya aku sedang pusing karena terlalu sibuk mencari ide. Nyatanya dengan mulai menuliskannya, kata-kata itu akan mengalir sendiri. Hhmm, ide yang sedang kubutuhkan, di mana kah ku dapat menemukanmu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Resensi Buku #4] Si Anak Spesial

[Resensi Buku #7] Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu

[Resensi Buku #5] Trilogi Soekram