Fokus dan Menikmati Proses (?)

 Menjelajah Sebelum Berjalan - Klinik Tumbuh Kembang Anak Jakarta ...
Jika kita ingin tau bagaimana caranya untuk fokus dan menikmati proses, lihatlah seorang bayi manusia. Lihatlah bagaimana saat ia belajar tengkurap, bagaimana saat ia belajar duduk, bagaimana saat ia belajar berdiri hingga akhirnya ia bisa melompat dan berlari. Terjatuh, menangis, lalu bangkit lagi, hingga ia tertawa saat berhasil melakukannya, hingga membuat orangtuanya dan orang-orang sekitar pun turut bahagia melihat keberhasilannya.

Kelas menulis berbayar yang ku ikuti mengambang di tengah jalan, target menulis buku solo dalam waktu tiga bulan tak tercapai. Empat belas hari tantangan menulis di rumah saat sedang terjadi wabah, tak mampu ku selesaikan dengan baik. Ada saja alasan untuk  mengatakan "hari ini belum sempat menulis". Aku jadi bertanya dalam hati, "apakah aku benar-benar ingin jadi penulis?". Aku jadi curiga, "Apakah aku memang tidak fokus sehingga tidak menikmati prosesnya?"

Ku tanya pada partner hidupku, suamiku, "Fokus dan menikmati proses itu seperti apa?". Jawabnya, "Seperti memasak."

Benar sekali. Ketika aku ingin membuat puding jagung, aku harus mengukus jagung itu terlebih dahulu. Proses mengukusnya saja membutuhkan waktu lama, sekitar 15 menit. Setelah selesai di kukus, jagung harus dipipil dulu, setelah itu harus diblender, setelah diblender harus disaring dulu supaya pudingnya menjadi lembut. Walaupun proses menyaringnya memakan waktu cukup lama dan membutuhkan sedikit tenaga, aku tetap melakukannya, hingga jagung yang sudah diblender itu tersaring seluruhnya. Setelah itu barulah diaduk di dalam panci, bersama susu cair, agar-agar bubuk, kental manis, dan gula di atas kompor menyala. Hingga mendidih, puding tidak bisa langsung di makan, harus didiamkan dulu hingga dingin dan mengeras di dalam cetakan. Aku menikmati setiap langkah membuat puding jagung. Aku sangat menikmati setiap kali memasak makanan apapun yang kuinginkan, walau kadang menyita waktu dan cukup melelahkan. Dan aku merasa bahagia setiap kali kusajikan masakanku, suami dan anakku menyukainya. Bahkan jika hasil masakanku tidak sesuai dengan yang diharapkan, aku akan kembali mencobanya hingga berhasil.

Lalu, jika aku ingin menjadi penulis, mengapa aku selalu mencari alasan untuk tidak menulis? Jika aku ingin jadi penghafal alqur'an, mengapa aku selalu membuat alasan untuk tidak menghafal? Aku jadi curiga, jangan-jangan aku belum menikmati prosesnya. Semoga setelah ini aku menemukan cara menikmatinya. Sungguh, aku tidak ingin menyesal di akhir perjalanan hidupku.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Resensi Buku #4] Si Anak Spesial

[Resensi Buku #7] Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu

[Resensi Buku #5] Trilogi Soekram