Day 18 of 30 Nulisyuk Batch 36


Sidoarjo, 28092019
Bismillahirrahmanirrahim.
“Bagi kami. PNS atau tidak. Pak Bin adalah guru kami. Catat itu.”
Si Anak Spesial - Tere Liye

Perjalanan sesingkat apapun selalu memberikan kesan tersendiri. PP Sidoarjo - Probolinggo hari ini kami maksudkan untuk mempertemukan si Baby dengan Mbah Buyutnya. Diawali dengan percakapan yang menggebu sepanjang perjalanan berangkat.

Si ibu : Pembangunan aja terus ya, sampai habis sawahnya, makan nasi darimana nanti kita.
Si bapak : Ya jangan salahkan kalo pemerintah sampai meng-impor beras, lahannya habis buat bangun perumahan. Lah sekarang jalan sempit-sempit aja ternyata banyak perumahan di dalamnya, gimana gak bikin macet. Harusnya pemerintah sendiri yang ngasih aturan, gak cuma ngasih ijin, gak cuma iya-iya aja. Setiap perumahan yang mau dibangun harus bikinin jalan yang lebar.

Penyiar radio : Berdasarkan Perda warga dilarang melakukan pengelolaan sampah dengan cara dibakar karena dapat mengganggu lingkungan dan kualitas udara.

Si ibu : Lah warga kan bingung mau mengelola sampah gimana, kalo punya dia sendiri ya dibakar. Kalo gak boleh gimana, masak sampah dirumahya dibiarin menumpuk. Pemerintah sendiri gak menyediakan pengelolaan sampah yang bener. Tuh lihat, ini gunung sampah bukan? Apa pemerintah gak belajar mengelola sampah dari negara lain?
Si bapak : Harusnya pemda juga ngasih syarat ke developer, kalo mau bangun perumahan juga harus sanggup nyediain tempat pengelolaan sampah. Kayak di Amerika, beberapa perusahan elektronik beraliansi bikin tempat pengelolaan sampah. Yang bisa didaur ulang ya balik ke perusahaan mereka sendiri.
Si ibu : Jadi ingat kata-kata mantan anggota KPAI kemaren, masalah utamanya tu karena pemerintah gak punya uang makanya susah mau ngapa-ngapain.
Si bapak : Lagian kalo mengandalkan pemerintah, uangnya dikorupsi sih.

Penelepon di radio : Mbak, tolong ya di daerah sini sampahnya yang di sungai sudah terlalu menumpuk. Tolong sampaikan ke pihak yang berwenang untuk membersihkan, sudah bertahun-tahun itu sampahnya gak dibersihkan.

Si ibu : Lucu ya karakter warga kita ni, bisanya lapor aja. Cobalah kalo dia yang risih langsung dia yang kerjakan, gak usah nunggu pemerintah. Udah tau pemerintahnya gak peduli. Kalo dia gak sanggup ngerjain sendiri ya ajak warga lain lah, katanya budaya gotong royong.
Si bapak : Yaudah sih, gak usah ikutan marah-marah dong bu.
***
Sekali lagi, Baby mengajarkan kita untuk bersabar. Tempat baru selalu mengundang rasa ingin tahunya. Apalagi di rumah sodara sendiri, dia bebas mondar-mandir dari ruang tamu hingga ke dapur. Sampai-sampai disaat semua pingin tidur siang, si baby tetap saja ingin bermain, mengeksplor apa yang ada di sekitarnya. Dikelonin kabur, dipaksa tidur berontak. Yang punya rumah sampai keheranan. “Kok gak bisa diem sih baby nya, gak ngantuk ta?” Ya, si baby memang sudah bisa menahan kantuknya demi memuaskan rasa ingin tahunya. Si ibu harus sabar menemani, menjaganya. Si bapak tidur siang duluan, gantian. Alhamdulillah setelah diajak masuk kamar, pintu ditutup, suasana gelap, si baby akhirnya mau tidur juga. Si ibu jadi bisa ikut istirahat, nikmat sekali.
Buku, si baby mulai terlihat menyukai buku. Yang penting mudah dijangkau saat di rumah, dan dibawa saat perjalanan. Baby juga terlihat senang sekali, apalagi setiap dia melihat kendaraan-kendaraan besar. Bis, truk, mobil tangki, mobil box, mobil keruk, dan lain-lain, seperti yang dia lihat di buku. Komentar-komentar ibulah yang membuat dia lebih bersemangat. Ibu jadi membayangkan kalo kamu udah bisa ngomong nanti nak, mungkin kamu bisa jadi teman diskusi yang menyenangkan. ^_^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Resensi Buku #4] Si Anak Spesial

[Resensi Buku #7] Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu

[Resensi Buku #5] Trilogi Soekram