Day 30 of 30 Nulisyuk Batch 36


Sidoarjo, 10102019
Bismillahirrahmanirrahim.
Yang terhormat,
Kepada diriku di masa lalu, saat ini dan yang akan datang
Kepada suamiku tersayang
Kepada anakku dan adik-adiknya kelak
Kepada Mama, Abah, Abang, Ading dan semua saudara di kampung
Kepada Bapak, Ibu Mertua dan adik ipar
Kepada Asisten Rumah Tangga
Kepada para tetangga
Kepada atasan dan semua rekan kerja
Kepada teman-teman dan sahabat lama
Kepada pedagang ikan, pedagang sayur, pedagang bakso, pedagang tahu tek-tek, pedagang roti dan pedagang lain yang sering lewat di depan rumah
Kepada rekan-rekan sesama pejuang kelas online
Serta siapapun yang pernah hadir dalam hidupku, yang tak mampu ku sebutkan satu per satu
Ah, rasanya aku ingin berkirim surat kepada kalian semua. Obrolan via Whatsapp terlalu biasa. DM instagram terlalu biasa. Email? Biasa juga, banyak spam. Facebook, Twitter apalagi, sudah terlalu ramai. Rasanya aku ingin berkirim surat, agar kalimat yang ku tulis dari hati bisa sampai juga ke hati kalian.
Kalian tau? Hari ini adalah hari terakhir kelas online Nulisyuk Batch 36. Dengan segala cela yang kumiliki, aku merasa diriku masih sangat kurang dengan hanya mengikuti kelas ini. Apalagi dengan kenyataan bahwa aku gagal memenuhi tantangan menulis diary 30 hari. Sungguh menyedihkan. Lalu apa yang ku lakukan setelah ini? Apakah sudah selesai? Tidak. Sama sekali tidak akan pernah selesai. Bukankah menulis sama dengan belajar? Belajar bisa di manapun, kapanpun. Dan belajar tidak akan pernah selesai sampai akhir hayat bukan?
Oya, aku pernah cerita ya.. Waktu sekolah dulu aku pernah menangis gara-gara tidak bisa mengerjakan ulangan bahasa Indonesia, diberi tugas menulis cerpen. Itu dulu. Sekarang rasanya aku ingin menertawakan masa laluku itu. Hahaha. Ternyata menulis bisa tentang apa saja kawan.
Tuliskan saja tentang hatimu, maka air mata, tawa dan bahagia itu berubah menjadi kata. Dibanding melalui lisan, kata dalam tulisan kurasa bisa lebih tepat sasaran. Ah, tidak juga. Bukankah mesin di dalam kepala setiap pembaca punya cara kerja berbeda-beda? Entah apapun itu. Yang pasti senyum dalam tulisan bisa saja jauh lebih cantik dibanding kembang desa. Tangis yang ditulis bahkan jauh lebih menyayat dibanding anak kecil yang terluka.
Tulislah apapun yang kau lakukan hari ini. Tulislah apapun yang kau rasa hari ini. Tulislah apaun yang kau lihat dan kau dengar hari ini. Tulislah apa yang kau pikirkan hari ini. Bahkan tetaplah menulis walau kau tak tau ingin menulis tentang apa. Lihatlah dirimu sekarang. Tidak ada lagi acara banting hape, tidak ada lagi status yang memicu ghibah. Tapi harus diingat. Ini masih sangat awal. Ibarat belajar memasak, kau harus mengenali bumbu. Harus bisa membedakan mana bumbu yang bisa memberikan rasa manis, asam, asin, gurih, pahit, pedas, payau, serta berbagai aroma. Sungguh, aku masih terlalu awam.
 Sekali lagi, ini hanyalah sebuah awalan. Sebuah permulaan. Bagaimana nanti akhirnya? Allah-lah yang paling Tau. Berusaha dan berdoa hanya itu yang kita bisa. Bagaimana jika nanti terasa lelah? Lugu sekali pertanyaanmu. Sederhana saja, beristirahatlah secukupnya jika hal itu kau temui. Bergegaslah kembali jika lelahmu pergi. Bagaimana jika terasa jenuh? Pasti banyak cara untuk mengatasinya. Hey, bukankah semesta milik Allah ini maha luas? Tidakkah kau ingin melihat sesuatu yang baru dan menarik di luar sana?
Oya maaf. Surat kali ini ditujukan kepada alamat pertama. Untuk alamat berikutnya mungkin lain waktu. Harap bersabar ya pemirsahh..
Sampai pada kata ini, ijinkan aku mengakhiri hari.



Salam hangat,

Pemula  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Resensi Buku #4] Si Anak Spesial

[Resensi Buku #7] Cinta Semanis Kopi Sepahit Susu

[Resensi Buku #5] Trilogi Soekram